Mother Monster. Begitu panggilan kesayangan dari fans ke junjungan mereka, yaitu Lady Gaga.
Aku sendiri adalah salah satu bagian dari Little Monsters (fans Lady Gaga), walaupun Ayahku (baca: Eminem) pernah nge-diss Lady Gaga di salah satu lagunya, sebagai bentuk betapa dia nggak suka sama penyanyi sensasional itu. Mau gimana, lagu-lagu Lady Gaga sudah terlanjur meracuniku dari SMP, tepatnya pas aku nangis gara-gara dengar lagunya yang berjudul Alejandro. Liriknya dalem banget, suaranya Lady Gaga mantap, dan music video-nya memberikan ilmu pengetahuan. Dari situ aku jadi tau apa itu gangbang.
Aku sendiri adalah salah satu bagian dari Little Monsters (fans Lady Gaga), walaupun Ayahku (baca: Eminem) pernah nge-diss Lady Gaga di salah satu lagunya, sebagai bentuk betapa dia nggak suka sama penyanyi sensasional itu. Mau gimana, lagu-lagu Lady Gaga sudah terlanjur meracuniku dari SMP, tepatnya pas aku nangis gara-gara dengar lagunya yang berjudul Alejandro. Liriknya dalem banget, suaranya Lady Gaga mantap, dan music video-nya memberikan ilmu pengetahuan. Dari situ aku jadi tau apa itu gangbang.
Terima kasih, Mother Monster.
Meskipun sekarang Lady Gaga udah tobat dengan nggak berpenampilan aneh-aneh lagi serta makin sering membrojolkan music video yang inspiratif, kontroversinya di masa lalu tetap akan selalu terpatri dalam ingatan. Aku selalu berpikiran kalau pecinta musik yang wajar-wajar aja, yang normal-normal aja, yang lurus-lurus aja, kebanyakan pada nggak suka sama Lady Gaga.
Sama kayak film Mother!
Genrenya horor thriller psikologi (sebenarnya aku bingung ini filmnya genrenya apa anjir). Oke. Ini genrenya horor. Penggemar horor yang lurus-lurus atau normal-normal aja kemungkinan besar nggak bakal suka. Film besutan Darren Aronofsky ini berhasil memecah penonton jadi dua kubu, yaitu kubu yang suka banget sama filmnya, dan kubu yang benci banget sama filmnya.
Karena Mother! ini gila, bangke. Orang-orang yang udah nonton pada memaki-maki film ini dan pada hilang arah, bingung mereka habis nonton apaan. Filmnya penuh alegori, metafora, simbolis, surealis, halah apalah itu. Intinya film ini cukup kontroversial, lahir dari sutradara yang katanya memang suka bikin kontroversi, layaknya Nikita Mirzani yang hobi berkelahi dengan rekan sesama artis atau Jennifer Dunn yang kerap jadi pelakor.
Oke, itu kayaknya berlebihan deh.
Entahlah, aku sendiri juga baru nonton filmnya Om Darren yang Requim for A Dream dan Black Swan. Dua film itu bagus, tapi aku bakal nolak mentah-mentah kalau diajakin nonton Requim for A Dream lagi. Bukan karena filmnya jelek, TAPI ITU DEPRESIF BENER ANJEEEEEEEER GAK KUAT NONTONNYAAAAAAAAAAAAA.
Entahlah, aku sendiri juga baru nonton filmnya Om Darren yang Requim for A Dream dan Black Swan. Dua film itu bagus, tapi aku bakal nolak mentah-mentah kalau diajakin nonton Requim for A Dream lagi. Bukan karena filmnya jelek, TAPI ITU DEPRESIF BENER ANJEEEEEEEER GAK KUAT NONTONNYAAAAAAAAAAAAA.
Kembali ke Mother!
Nah, Mother! ini sempat mau tayang di Indonesia tapi nggak jadi. Pffft, padahal aku, Kak Ira, dan Kak Hendra udah ngerencanain nobar film ini.
Oh iya, review baper ini mengandung spoiler. Jadi kalau fobia sama spoiler, bisa close tab aja terus lanjutkan dengan.... bacolin fotonya Jennifer Lawrence gitu. Dia di film ini seksi banget, btw. Hehehe.
Mother! bercerita tentang sepasang suami istri berbahagia yang tinggal di rumah daerah 'terpencil.' Jauh dari keramaian dan akses jalan raya layaknya rumah Marlina di atas bukit. Sepasang suami istri tanpa nama itu adalah Mother (Jennifer Lawrence) dan Him (Javier Bardem). Him adalah penyair yang lagi kena writer's block. Sementara Mother adalah ibu rumah tangga yang mengabdi penuh pada suami. Bahkan dia dengan senang hati merenovasi rumah mereka seorang diri, tanpa bantuan suaminya.
Judul FTV: Cantik-Cantik Tukang Bangunan. |
Suatu hari mereka kedatangan tamu yang nggak diundang, yaitu Man (Ed Harris). Man menginap di rumah mereka. Besoknya, mereka kedatangan tamu nggak diundang berikutnya, yaitu Woman (Michelle Pfeiffer, anjir susah banget namanya nyebelin ih, dan namanya senyebelin karakternya di film ini btw), istri dari Man. Woman ini tamu yang nggak tau diri. Orangnya kepo, asal njeplak kalau ngomong, dan punya tatapan mata yang meremehkan layaknya Ibu mertua songong di sinema religi Indosiar.
Kedatangan Man dan Woman, pasutri yang juga tanpa nama itu, nyatanya masih belum cukup buat mengganggu ketentraman rumah itu. Mereka kedatangan tamu lagi, yaitu dua anak dari Man dan Woman. Bukannya numpang tidur kayak emak sama babenya, tapi dua anak itu malah numpang jotos-jotosan ala anggota geng motor di sinetron Anak Langit. Ngeselin banget anjir.
Seterusnya, rumah Mother kedatangan banyak tamu lagi. Mulai sekeluarga sampai sekelurahan. Mother bener-bener dibikin jengkel, karena tamu-tamu itu sekumpulan orang-orang yang lancang dan nggak bisa menghargai privasi orang lain. Main masuk-masuk ke rumah orang, duduk di wastafel orang terus pas dibilang jangan duduk di situ tapi masih aja duduk di situ, ngambil barang-barang di rumah itu, nyomot makanan seenaknya, main banting-bantingin perabotan rumah. Orang-orang itu nggak cuma menghancurkan rumah yang masih dalam tahap renovasi itu, tapi juga menghancurkan diri Mother.
Mother dan Him. |
Nggak nyangka ternyata aku suka Mother! Aku masuk di kubu yang suka banget sama filmnya. Aku dibuat larut dengan kebingungan Mother berkat akting cemerlang dari Jennifer Lawrence dan Javier Bardem. Aku ikutan heran, jengkel, kesel, gedek, dan muak. Film ini bikin emosi, yang yah bagiku emosi itu adalah tanggapan positif buat film ini. Aku jadi benci sama ucapan, "Anggap aja rumah sendiri, ini rumah semua orang," karena tamu-tamu di film ini menganggap terlalu serius ucapan itu. Aku dibikin engas sama film ini, walaupun aku nggak paham sama adegan-adegan absurd di dalamnya.
Di ending, aku cengo abis. Aku ulang lagi nonton dari pertama, dan aku dapatin ada kesinambungan antara adegan pembuka sama adegan penutup film ini. Aku gatal pengen nanya sana sini, terus aku dapat jawaban memuaskan dari Kak Hendra,
Di ending, aku cengo abis. Aku ulang lagi nonton dari pertama, dan aku dapatin ada kesinambungan antara adegan pembuka sama adegan penutup film ini. Aku gatal pengen nanya sana sini, terus aku dapat jawaban memuaskan dari Kak Hendra,
"Ini film parabel ke salah satu ajaran agama. Intinya kisah Adam dan Hawa sampai terjadinya kiamat. Kristal itu simbol buah kuldi. Si dua anak itu ibarat Qabil dan Habil, anak Adam-Hawa yag membunuh salah satunya. Orang yang diperingatkan nggak boleh duduk di wastafel ibarat kisah Nabi Nuh. Bayi yang lahir itu Yesus. Kebakaran rumah itu ibarat kiamat, dan perempuan yang bangun dari tempat tidur ibarat kehidupan setelah mati."
GILS. AKU NGGAK KEPIKIRAN SAMA SEKALI KE SOAL AGAMA, ANJIIIIIR.
Kalau dilihat dari segi agama, ini memang jadi film yang bikin tersinggung kayak film Noah. MANA ADA ADEGAN DI MANA TAKBIR BERKUMANDANG PULA. Bajingak. Aku jadi maklumin gagal tayangnya film ini di Indonesia. Ngingatin aku sama konser The Born This Way Ball-nya Lady Gaga di Indonesia yang diboikot Front Pembela Islam (FPI) beberapa tahun lalu. Film ini mungkin juga bisa dibilang sebagai simbol penghujatan agama layaknya music video Alejandro.
Terlepas dari soal agama dan adegan-adegan absurdnya alias sebagai penonton awam, aku ngerasa relate sama Mother! Otomatis aku langsung memposisikan diriku gimana kalau misalnya aku jadi Mother. Kemungkinan besar aku bakal kayak dia, yang ngerasa nggak enakan, terus ngerasa bete sama suamiku sendiri, dan akhirnya bener-bener frustasi.
Kalau aku ada di posisi Mother, yaitu pas ditanya soal nggak-mau-punya-anak-apa, aku pasti bakal jawab,
"Bukannya nggak mau, tapi situ nggak liat apa ini badan kurus banget? Mau gemukkin badan dulu anjir biar bisa punya anak! Hhh...."
Ditanya hal-hal pribadi sama orang baru kenal, apalagi ditanya hal sensitif, adalah bentuk kelancangan. Aku sendiri nggak nyaman sama orang lancang, Ada orang yang nggak suka orang ngaret, orang egois, dan orang berzodiak Gemini, nah kalau aku adalah orang yang nggak suka sama orang lancang. Aku benci sama orang lancang yang nggak menghargai privasi.
Jangankan kedatangan tamu yang nggak tau diri, kalau hape atau laciku main dibuka-buka aja sama temen kantor, aku suka kesel sendiri. Mamaku ngelepasin foto-foto di dinding kamarku, aku sampai ngamuk-ngamuk. Aku sering berantem sama Nanda karena dia mindahin tata letak novelku yang aku udah taroh di sudut tempat tidur. Mengingat aku orangnya pelupa, aku nggak suka kalau barang-barangku main dipindah-pindah aja. Aku tau tujuan Nanda dan Mamaku itu sebenarnya baik, biar kamarku keliatan rapi. Tapi tetap, aku nggak suka aja.
Sama halnya kalau lagi deket sama seseorang, atau bisa disebut, ehem, pedekate. Aku nggak nyaman kalau ditanya,
"Kamu lagi ngapain?"
"Udah makan?"
"Kalau aku ngehubungin kamu gini, ada yang marah nggak?"
Selain nggak kreatif (itu pertanyaan yang kebanyakan orang ajukan pas pedekate, anjeeeeer), itu juga menurutku lancang. Apalagi kalau nanyanya tiap hari kayak gitu, diiringi dengan pertanyaan kamu-kerja-di-mana, di-rumah-ada-siapa-aja, kamu-ini-lagi-datang-bulan-atau-enggak. Jujur aku lebih nyaman ngomong ngalor ngidul daripada ngomongin soal keseharian. Nanya hal-hal pribadi terlalu cepat, menurutku adalah bentuk kelancangan. Akan ada saatnya aku bakal cerita sendiri soal diriku dan keseharianku, bahkan masalah pribadiku.
Bangsat. Songong amat sih, Chaaaaaa. Pake nggak mau ditanya hal pribadi segala.
Mother! juga cukup relatable buatku karena aku pengen punya rumah di mana cuma ada aku dan suami. Jauh dari tetangga. Rumahnya Mother adalah rumah impianku. Jujur aku orangnya sulit dalam beradaptasi dan bersosialisasi. Apalagi sama tetangga, yang usianya terpaut jauh sama aku. Aku nggak bisa basa-basi anjir. Huhuhuhu.
Bangke. Aku orangnya anti sosial bet yaaaaaaaaaak.
Di review Roger Ebert, Mother! ini tentang,
"At its core, it is a film about the male ego, the female instinct, and the most horrifying thing in the world: people who want more from you than you can possibly give."
Ngebaca review berkelas itu, aku jadi mikir kalau.... Mother tanpa Him bagaikan ambulan tanpa uwiw uwiw. Mother takut ditinggal sendirian di rumah. Mother rapuh tanpa Him. Mother menumpahkan kekecewaannya yang kira-kira,
"Kan udah ada aku, buat apa ada mereka? Apa yang udah aku berikan ke kamu selama ini masih belum cukup?"
Sementara Him nggak terlalu peduli kalau Mother nggak ada di sisinya. Him lebih mementingkan orang lain, apalagi orang-orang yang ngefans sama dia. Orang-orang yang menjadikannya junjungan. Orang-orang yang jumlahnya membludak itu. Him menjelma menjadi monster yang rela mengorbankan segalanya demi nggak kehilangan para penggemarnya. Him seolah menerbangkan idealismenya sebagai suami yang ngemong istri.
Kalau dilihat dari segi agama, ini memang jadi film yang bikin tersinggung kayak film Noah. MANA ADA ADEGAN DI MANA TAKBIR BERKUMANDANG PULA. Bajingak. Aku jadi maklumin gagal tayangnya film ini di Indonesia. Ngingatin aku sama konser The Born This Way Ball-nya Lady Gaga di Indonesia yang diboikot Front Pembela Islam (FPI) beberapa tahun lalu. Film ini mungkin juga bisa dibilang sebagai simbol penghujatan agama layaknya music video Alejandro.
Terlepas dari soal agama dan adegan-adegan absurdnya alias sebagai penonton awam, aku ngerasa relate sama Mother! Otomatis aku langsung memposisikan diriku gimana kalau misalnya aku jadi Mother. Kemungkinan besar aku bakal kayak dia, yang ngerasa nggak enakan, terus ngerasa bete sama suamiku sendiri, dan akhirnya bener-bener frustasi.
Tentu aja aku pasti bakal pasang muka kaget secantik ini kalau jadi Mother hehehehe |
Kalau aku ada di posisi Mother, yaitu pas ditanya soal nggak-mau-punya-anak-apa, aku pasti bakal jawab,
"Bukannya nggak mau, tapi situ nggak liat apa ini badan kurus banget? Mau gemukkin badan dulu anjir biar bisa punya anak! Hhh...."
Ditanya hal-hal pribadi sama orang baru kenal, apalagi ditanya hal sensitif, adalah bentuk kelancangan. Aku sendiri nggak nyaman sama orang lancang, Ada orang yang nggak suka orang ngaret, orang egois, dan orang berzodiak Gemini, nah kalau aku adalah orang yang nggak suka sama orang lancang. Aku benci sama orang lancang yang nggak menghargai privasi.
Mirip aku banget kalau gak ponian heuehehehe |
Sama halnya kalau lagi deket sama seseorang, atau bisa disebut, ehem, pedekate. Aku nggak nyaman kalau ditanya,
"Kamu lagi ngapain?"
"Udah makan?"
"Kalau aku ngehubungin kamu gini, ada yang marah nggak?"
Selain nggak kreatif (itu pertanyaan yang kebanyakan orang ajukan pas pedekate, anjeeeeer), itu juga menurutku lancang. Apalagi kalau nanyanya tiap hari kayak gitu, diiringi dengan pertanyaan kamu-kerja-di-mana, di-rumah-ada-siapa-aja, kamu-ini-lagi-datang-bulan-atau-enggak. Jujur aku lebih nyaman ngomong ngalor ngidul daripada ngomongin soal keseharian. Nanya hal-hal pribadi terlalu cepat, menurutku adalah bentuk kelancangan. Akan ada saatnya aku bakal cerita sendiri soal diriku dan keseharianku, bahkan masalah pribadiku.
Bangsat. Songong amat sih, Chaaaaaa. Pake nggak mau ditanya hal pribadi segala.
Mother! juga cukup relatable buatku karena aku pengen punya rumah di mana cuma ada aku dan suami. Jauh dari tetangga. Rumahnya Mother adalah rumah impianku. Jujur aku orangnya sulit dalam beradaptasi dan bersosialisasi. Apalagi sama tetangga, yang usianya terpaut jauh sama aku. Aku nggak bisa basa-basi anjir. Huhuhuhu.
Bangke. Aku orangnya anti sosial bet yaaaaaaaaaak.
Di review Roger Ebert, Mother! ini tentang,
"At its core, it is a film about the male ego, the female instinct, and the most horrifying thing in the world: people who want more from you than you can possibly give."
Ngebaca review berkelas itu, aku jadi mikir kalau.... Mother tanpa Him bagaikan ambulan tanpa uwiw uwiw. Mother takut ditinggal sendirian di rumah. Mother rapuh tanpa Him. Mother menumpahkan kekecewaannya yang kira-kira,
"Kan udah ada aku, buat apa ada mereka? Apa yang udah aku berikan ke kamu selama ini masih belum cukup?"
Sementara Him nggak terlalu peduli kalau Mother nggak ada di sisinya. Him lebih mementingkan orang lain, apalagi orang-orang yang ngefans sama dia. Orang-orang yang menjadikannya junjungan. Orang-orang yang jumlahnya membludak itu. Him menjelma menjadi monster yang rela mengorbankan segalanya demi nggak kehilangan para penggemarnya. Him seolah menerbangkan idealismenya sebagai suami yang ngemong istri.
Ah, nonton Mother! bikin aku jadi 'takut' sama cowok romantis. Penyair identik dengan romantis, dan penyair di Mother! ini orangnya nggak 'setia' sama istri. Lancang ngasih segalanya tanpa persetujuan dari istrinya dulu. Haus akan 'perhatian' orang banyak.
Ya jadi, sama yang cuek-cuek aja lah. Yang nggak 'lancang' main gombal-gombal, tapi tau-tau bikin kepincut.
Ya jadi, sama yang cuek-cuek aja lah. Yang nggak 'lancang' main gombal-gombal, tapi tau-tau bikin kepincut.
Hehe.
10 komentar
makin penasaran filnya kayak gimana pas ngebaca mirip sama kisah Adam dan Hawa.. serumit apa yah kira? jadi pengen nonton setelah lihat wajahnya Jenifer lafmaesinfoiasgo;ie;... eh.
BalasHapusCa, lagi dateng bulan?
((jennifer lafmaesinfoiasgo;ie;))
HapusTypo dijaga, mb Dian!
Bangke nanya-nanya. MAU BELIIN PEMBALUT?
Bacolin J. Law buat apa? Lemes nanti. :(
BalasHapusNggak nyangka, ternyata ada hubungannya sama agama. Menarik juga kalau kisah Adam dan Hawa ditonton sampai kiamat. Ya, meskipun secara tidak langsung. :))
Itu yang PDKT nanya kayak gitu masih ada, ya? Halah. Padahal sekitar 4-5 tahun lalu masih saya lakuin. Wqwq. Terus nanti pas pacaran sekalian nanya, "Kamu udah ngapain aja sama mantan?" Muahahaha. Dijawab, "Baru cium pipi aja, kok."
Setelah khilaf melakukan sesuatu, "Aku kayak gini cuma sama kamu, lho~" Padahal emang setiap pacaran begitu. Beraaaaq. Ngetik apa barusan? XD
Lemesin aja, bg~
HapusIya, Yogs. Dan bagi orang yang nggak ngerti metafora metaforaan di film gitu, aku nggak nyangka bet sih kalau Mother! ini bawa-bawa Agama, semacam adaptasi Alkitab gitu mungkin bisa dibilang kali, ya.
Masih ada sih, melanda teman-temanku. Wkakakaka. Taik lah memang kalau sok-sok pertama kali kayak gitu padahal udah pro. XD
Bu Guru Mayang memang peka.
HapusNggak suka dipindahin posisi novel karena orangnya pelupa. Kok ngakak ya... Kirain apaaa gitu alasan yang berkelas...... :')
BalasHapusNama tokohnya beneran gitu Cha? Lucu ya.
Anjir si Farih malah ngakak. Emang itu alasannya sih, nggak ada alasan lain huhuhuhuhu :(
HapusIya, tanpa nama gitu, Rih. Kayak kita pas lagi ngeghibahin gebetan sama temen kita di tempat umum. "Eh, si dia (him) tuh... eh si dia itu bikin aku senyam-senyum di chatingan tadi malam uuuh~'
Eh nyambung nggak sih? Ah auk ah hahahak.
Untuk Mother! kayaknya aku masuk kubu netral deh. Haha. Separuh awal berhasil hanyut sama plot suspense-nya, tapi separuh akhir agak ngerasa too much. Memang harus diakui kalau ide ceritanya menarik sih, memancing banyak spekulasi. Ada teman yang bilang kalau Him itu ibarat sosok 'Tuhan'--dipuja-puja penggemar (manusia) fanatik dan rumah mereka ibarat 'Bumi'--yang ditinggali seenaknya oleh para penggemar tadi karena ngerasa kalau tempat itu pemberian dari Tuhan. Terus, kayak kamu bilang di atas kalau kebakaran itu simbol kiamat.
BalasHapusMasih kepikiran dengan adegan menjelang ending yang mengingatkan pada potongan film A Serbian Film. Hiiii.
Iya sih too much. Kalau misalnya yang meranin Mother itu bukan Jennifer Lawrence, kayaknya aku juga bakal masuk kubu netral deh, Kang. Hohohoho.
HapusTerus tamu-tamu bajingak itu rusuh mau dekat sama Him. Tamu-tamu bajingak itu umat beragama yang mau dekat sama Tuhan gitu kan. Kerusuhan berkubu berkelompok mereka sesukanya itu ada juga yang bilang kalau itu gambaran umat beragama beda-beda yang ngelakuin ibadah mereka masing-masing.
ANJIR A SERBIAN FILM. SALAH SATU FILM YANG MERUSAK KE-INNOCENT-ANKU. HUHUHUHUHU.
Asyique dongs aaah~
BalasHapusIya, filmnya dikoar-koarkan dari pertengahan tahun sih, ya. Jadinya nungguin gitu eeeeeh taunya gagal tayang dan bisanya ditonton dari lapak huhuhu.
Okesip, May. Kalau bisa direview juga yes huehehehehehee pengen tau dari sudut pandang guru Fisika kebiologi-biologian gimana mandang ini film bajingsek.
BANGKE. IMPERSONATEMU MENGINGATKANKU KALAU THE DISASTER ARTIST INI TAYANG NGGAK SIH DI DI INDONESIA, MAAAAY AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAK T___T