Bermain game werewolf di Telegram bisa menambah banyak teman. Dari sekian orang yang mau temanan sama aku di grup WWF (World Werewolf Federation), ada satu orang yang paling bengal. Namanya Ilham. Dia adalah pemilik blog ilhambhaca.blogspot.id. Blog yang enak dibaca karena ada banyak review film dan kata-kata yang bikin ngakak.
Tingkah bengalnya banyak sih. Salah satu kebengalannya adalah, saat dia ngajak buat bikin proyek kolaborasi nulis di blog. Nge-review film bareng. Aku kaget sih, tambah kaget pas kalimatnya yang,
“Nge-review film yang belum kamu tonton. Trus kamu nanggepin review-ku. Jadi kamu bener-bener buta sama film yang aku review itu. Tulisan kita jadi satu post. Aku di atas, kamu di bawah.”
Nge-review film yang belum aku tonton?
Sungguh-apaan-itu-bajingak.
Trus, dia di atas, aku di bawah?
Kayak missionary anjir.
Ilham bilang kalau project itu isinya ada dua pikiran. Yang satu udah nonton, yang satu belum nonton. Atau pengertian lainnya, yang satu mesum beneran, yang satu mesum settingan. Keren juga sih idenya.
Aku pun mengiyakan dengan mantap. Jadi dia semacam guest blogger di blogku ini. Halah. Blog beginian pake ada tamunya segala.
Ilham memilih Enter The Void sebagai film yang kami review bareng.
Sumber: Dikirimin Ilham. |
Dan ini dia, review dari Ilham. Yang di bawahnya ada review dariku dari review-nya Ilham. Aku dan Ilham berusaha, pembaca menentukan.
Ilham:
Enter The Void merupakan film ber-genre drama-fantasi yang patut disebarluaskan layaknya berita hoax kemunculan Dajjal di jalur Pantura. Film ini didalangi oleh Gaspar Noe yang bagi saya sangat berhasil mengemas materi seks, drugs dan kematian dalam durasi 161 menit.
Seks, drugs dan kematian tentu bukan materi baru dalam film. Namun, Enter the Void sukses memberikan pengalaman nonton yang berbeda dari film kelam yang lain. Enter The Void berkisah tentang seorang pria bernama Oscar yang berprofesi sebagai kurir narkoba. Film ini baru benar-benar dimulai saat Oscar mati tertembak di sebuah bar saat sedang melakukan transaksi. Biasanya film selesai kalau tokoh utama mati. Ini tokoh utama mati malah film baru dimulai. Alur ceritanya mundur? Bukan! Film ini bercerita setelah si tokoh utama mati. Wadefak!
Sudut pandang orang pertama dalam film ini benar-benar kentara, sebab kita diajak untuk melihat apa yang Oscar lihat. Setelah Oscar mati, kita akan dibawa melayang di atas kota Tokyo layaknya arwah penasaran. Melalui out of body experience itulah kita bisa melihat bagaimana Oscar mengawasi orang-orang terdekatnya seperti Linda (adik Oscar), Alex (teman Oscar), dan Victor (pelanggan narkoba).
Tak seperti mengintip ala manusia hidup, sebagai arwah, Oscar tidak memiliki batasan dalam penglihatan. Ia bisa menembus tembok dan atap yang memungkinkan ia melihat hal-hal intim seperti saat adiknya bercinta dengan Mario (bos Linda). Bahkan ketika Linda bercinta dengan Alex, Oscar dapat masuk kedalam pikiran Alex sehingga ia merasa sedang bercinta dengan adiknya sendiri.
Ide arwah penasaran ini diangkat oleh Gaspar Noe melalui buku Tibetan Book of the Dead. Buku kematian orang Tibet itu diterjemahkan secara visual dengan apik oleh Noe. Tehnik steadycam yang digunakan Noe benar-benar mengagumkan. Bagi saya, Enter The Void ini melebihi Birdman (Alejandro G. Inarritu).
Dari keseluruhan visual yang disajikan, kita akan lihat bagaimana unsur psydhelic tersajikan lezat dalam film ini. Gaya psydhelic ini menyajikan distorsi visual dan narasi eksperimental yang kental dengan kejujuran dalam memvisualkan sesuatu. Sehingga jangan kaget jika kamu nantinya melihat adegan seks yang begitu vulgar. Bahkan di umur saya yang kesekian ini, ada satu scene yang cara pengambilan gambar untuk adegan seksnya itu baru pertama kali saya saksikan.
Psydhelic yang kuat membuat kita harus waspada, sebab akan muncul scene yang membuat perut mual. Saya sendiri perlu mengambil jeda cukup lama untuk menyelesaikan film ini. Selain efek psydhelic yang memabukkan, alur cerita juga bikin pusing seputing-putingnya. Jalan cerita yang tidak bisa ditebak apa maunya hati salahkah kita.. Bangsat malah nyanyi lagunya Asmirandah!! Maksudnya, gak usah berlelah-lelah menebak jalan ceritanya. Nikmati saja!
Btw, saya jadi ngebayangin kalau live action-nya Death Note itu menggunakan tehnik steadycam tingkat tinggi macam Enter the Void ini sepertinya asyik. Diambil dari sudut pandang Ryuk si Shinigami, terbang menyaksikan dampak Death Note dan masuk dalam pikiran Kira. Atau kalau mau yang lebih gurih kita bisa berharap agar film Doraemon menggunakan tehnik yang sama juga. Jadi mengambil sudut pandang Doraemon, terus terbang pakai baling-baling bambu. Lagipula saat masuk lorong waktu yang ada di lacinya Nobita itu kan mencerminkan sensasi psydhelic juga. Mantaps!!
Yah.
Jika kamu tipe orang yang suka memperkaya pengalaman menonton film, Enter the Void adalah pilihan tepat. Jangan lupa pakai headset atau earphone biar suara orgasm-nya gak terdengar sama tetangga sebelah. Minum antimo juga gaes, rawan mual. Kalau capek bisa istirahat dulu. Nanti kalau libidonya sudah terisi baru lanjut nonton. Oiya, jangan lupa tisu atau daun pisang juga perlu disiapkan, buat jaga-jaga. Bukannya mau berpikir yang jorok, hanya saja hasrat ingin menyiram tembok dengan protein tinggi itu bisa datang kapan saja. Biar temboknya lebih artistik dan kokoh. PAAN SIH..??!
Sudah ya. Semoga bermanfaat. Bhay gaes!!
Bonus:
Sumber: Son Agia, blogger yang mencintai Ilham diam-diam. |
Icha:
Ngebaca review Enter The Void-nya Ilham di atas, bikin aku yang di bawah ini jadi seneng.
Pertama, karena aku nggak ngerasa sendirian, yang suka sama film kelam nan depresif. Dulu aku sempat mikir gitu pas Ilham nge-review Requim For A Dream. Aku ngumpat kesenangan dalam hati. Yang aku rasain soal filmnya, juga dirasain sama Ilham. Dan oke, Enter The Void tentang narkoba. Ngingatin lagi-lagi sama Requim For A Dream. Aarrrghh, Requim For A Dream mulu, Cha! Huhu. Gini deh kalau referensi filmnya masih sedikit.
Kedua, karena aku ngerasa Ilham lebih mesum daripada aku. Udah milih film yang beginian, yang kalau kata dia Enter The Void adalah best visualization of sex ever, kata-kata di review-nya pada vulgar. Seputing-putingnya. Tisu atau daun pisang. Hasrat ingin menyiram tembok dengan protein tinggi. Madefaqa.
Fix, Ilham mesum padahal suka ngatain orang lain mesum. Fakta terungkap! Aku seneng!
Sebelumnya Ilham juga nyaranin beberapa judul buat post ini. Di antaranya yaitu,
SENSASI SANGE BARENG GASPAR NOE
ENTER THE VOID: BOKEP EKSPERIMENTAL
FILM YANG BEREKSPERIMEN DENGAN BIRAHI
KENAKALAN OM NOE.
Liat? Mesum banget nggak sih? Bandingkan sama pilihan judulku yang tergolong aman itu.
Selain ngasih kesenangan, review Ilham ngasih kekesalan juga. Aku kesel karena ‘nggak dibolehin’ nonton Enter The Void itu. Jadi aku milih buat nonton Irreversible, filmnya Gaspar Noe, sutradaranya Enter The Void demi tau bakal mau nulis apa di post ini.
Irreversible sungguh bedebah. Terkenal dengan scene pemerkosaan brutal pemeran wanitanya, Alex (Monica Belluci), bikin aku mikir kelamnya cuma itu doang. Tapi ternyata aku salah. Kalau Enter The Void nggak pake alur mundur, Irreversible pake alur mundur. Awal filmnya kelam banget dan bikin pusing nontonnya. Kameranya bergerak semaunya mutar sana mutar sini. Musik latarnya bikin sakit telinga. Pencahayaannya minim kayak warung remang-remang. Berkali-kali aku ngelontarin kalimat,
“Thanks ya Ilham. Minta disiram cairan semennya memang kamu ya. Ini filmnya ngerenggut rasa nyaman banget sialan."
Lalu di pertengahan film sampai menjelang ending, ‘warung remang-remang’ itu jadi terang benderang. Kameramennya jadi nggak kayak orang mabok lagi. Dan ending-nya, bikin nyesek. Aku udah cukup dibikin nangis pas Alex yang ngambek sama pacarnya itu diperkosa sama germo, lah kenapa ending-nya gitu coba? Belum lagi ada kalau-katanya-Movfreak, scene abstrak berupa cahaya putih benderang dan ambience yang menusuk telinga. Bikin takut.
Irreversible juga punya scene yang bikin mual menurut aku. Salah satu tokoh pria memukuli pria di bar dengan tabung pemadam kebakaran sampai mukanya benyek. Mungkin nggak ada apa-apanya dibandingin sama Enter The Void, tapi cukup bikin kesel. Film tipe ginian bikin penasaran kalau nggak ditonton. Tapi kalau ditonton, bikin mual. Itu yang ngeselinnya.
Huaaaaa. Gaspar Noe adalah sutradara yang nakal. Dan Ilham adalah blogger yang nakal. Fix, aku dinakalin sama dua lelaki itu. Huhuhuhu.
Tapi Om Gaspar Noe dan Ilham tuh nggak pernah niat jahat. Gue tau banget. Roda tuh berputar, Ga.
Nggg maksudnya, ‘kenakalan’ mereka berdua itu keren. Mereka berdua cerdas.
Om Gaspar Noe bikin aku ngerasa Irreversible punya makna yang dalam. Kita nggak pernah tau nasib kita selanjutnya bakal kayak gimana. Mungkin sekarang kita bahagia, tapi siapa yang tau kalau semenit, sedetik, kemudian kita jadi sedih banget?
Lalu Enter The Void juga bermakna yang nggak kalah dalam. Tentang rasa sayang sang kakak terhadap adiknya yang teramat besar. Pas Oscar, sang kakak udah mati pun, masih bisa berada di dekat Linda, sang adik. Seenggaknya itu yang aku tangkap dari trailer-nya.
Dan Ilham yang milih Enter The Void buat di-review, jadinya aku tenonton Irreversible, bikin aku ngubah pemikiranku akan Tokyo dan Paris. Tokyo yang dulunya aku pikir adalah kota yang selalu ceria dan Paris yang aku pikir selalu romantis. Sekarang, pandanganku akan dua kota itu nggak sama lagi.
Sama aja kayak orang ceria, nggak selamanya dia ceria. Bisa aja dia jadi orang yang depresi. Orang yang romantis, nggak selamanya dia romantis. Bisa aja dia punya sisi dirinya yang dingin dan ketus. Semua orang pasti punya sisi kelamnya sendiri. Dan baiknya jangan dilihat kalau itu adalah keburukan. Itu manusiawi.
Anjir. Malah sok bijak.