Nge-BF Bareng Darma Kusumah: Mending Backstreet Daripada Jadi The Lobster
- 14.55
- By Icha Hairunnisa
- 49 Comments
Berawal dari menerima kenyataan pahit kalau banyak blogger (terutama blogger personal) yang hilang bak ditelan bumi, trus ada project dari grup Tulisan Wortel Share tentang nge-bully salah satu anggota grup, dan rasa kagum berlebihanku sama review Her punya Mas Dony, aku jadi kepikiran buat sok-sokan bikin rubrik. Namanya BF.
Bukan Blue Film gaes, tapi Baperin Film. Konsepnya mirip kayak review film Her (dasar ikut-ikutan!). Ngebahas satu film bareng-bareng. Tapi yang ngebedain selain aku jauh di bawah Mas Dony yang udah pelahap film apa aja, orang yang aku ajak ena-ena ngebahas film itu adalah blogger yang nggak harus suka nonton film. Dan blogger yang bisa dikorek luka lamanya trus jadinya curhat colongan baper deh. Huahaha.
Teman nge-BF-ku kali ini adalah Darma Kusumah. Pemlilk blog berdebu (karena udah lama ditinggalkan penghuninya huhu) darmakusumah.blogspot.co.id. Darma adalah salah satu teman dunia maya yang cukup dekat sama aku.
Selain karena kami sama-sama anggota grup iseng-iseng bernama WIDY, juga karena aku sering menyesatkan dia buat suka apa yang aku suka. Dia jadi suka nonton ke bioskop sendirian, karena aku sering cerita betapa enaknya nonton sendirian. Dan akhir-akhir ini tiap aku ngebahas satu film, dia langsung download dan nonton filmnya.
The Lobster adalah salah satu film yang dia udah tonton. Bercerita tentang David (Collin Farrel), seorang duda yang hidup di masa depan di mana ada aturan manusia-manusia yang nggak punya pasangan, ditempatkan di sebuah hotel dan diperintahkan buat nyari pasangan selama 45 hari. Kalau nggak dapat pasangan dalam waktu segitu, bakal dijadiin hewan. David memilih bakal jadi lobster.
Tapi David memilih kabur dari hotel dan pergi ke hutan. Di sana dia bertemu perempuan yang bikin dia jatuh cinta. Dan si perempuan itu juga jatuh cinta sama dia. David akhirnya mendapatkan orang yang mencintai dia, tapi di tempat yang salah. Tempat yang nggak mengizinkan adanya cinta sepasang kekasih.
Sumber: Google Image |
The Lobster jadi film karya Yorgos Lanthimos favoritku setelah Dogtooth. Aku senang sih Darma milih bahas film ini, karena aku pikir dia bakal curhat jor-joran soal kejombloannya, tapi ternyata....
Langsung simak aja ya. Dialog di bawah ini aku edat-edit biar (semoga) nggak spoiler.
Darma: Filmnya aneh, Cha. Ide ceritanya nggak masuk akal.
Icha: Aneh gimana? Nggak masuk akal gimana?
Darma: Bukan nggak masuk akal sih, tapi nggak terduga. Orang nggak punya pasangan, tapi dijadiin hewan. Trus... habis itu apa lagi ya? Ini kok jadi grogi ya gue?
Icha: Hahahahaha! Biasa aja anjir.
Darma: Kalau didesak nih nggak suka anjir.
Icha: Iya plegmatis tuh memang nggak suka didesak anjir.
Darma: Hahaha. Gue habis nonton filmnya, baca review-nya ya. Itu sutradaranya dari Yunani kan. Yang gue pikir, kayaknya sih filmnya agak berat cuman dikemas dengan sesuatu yang aneh. Karena orang Yunani kan filsuf semua gitu. Jadi gue pikir filmnya nggak bakal bisa diterima orang umum.
Icha: Aha.
Darma: Masuk satu jam pertama, agak ngebosenin sih. Kayak pengenalan karakter gitu kan. Lima puluh menit terakhir, mulai ada konflik-konflik, yang konfliknya tentang asmara. Gue pikir bakal tentang ke judulnya lebih lanjut. The Lobster. Ternyata nggak kan. Bisa diterima sih. Nah ada adegan yang menegangkan. Yang mata.
Icha: AAAAK AKU BENCI ITU. AKU GAK SUKA FILM YANG ADA ADEGAN MATANYA!
Darma: Hahaha. Gue udah mau skip tuh, tapi penasaran juga bakal gimana. Menegangkan sih kalau kata gue. Dan itu ending-nya..... gantung. Balik nanya buat penonton. Apakah karena cinta, kalian bakal rela menyakiti diri sendiri?
Icha: Wuidih. Hahaha. Baper.
Darma: Hahaha. Itu balik ke masing-masing penonton sih sebenarnya. Makanya di ending-nya adegannya gitu. Mungkin bagi penonton yang berani, udah berfantasi bahwa David ngelakuin hal itu. Tapi kalau bagi penonton yang masih punya ketakutan untuk berkomitmen, akan ragu-ragu. Apa karena demi itu jadi melukai diri sendiri?
Icha: Hmm. Curhat?
Darma: HAHAHA. Itu related ama lu tauk. Lu harus nonton lagi pokoknya.
Icha: HAHAHA. Related apanya anjir.
Darma: Gini lho, lu udah mulai suka main game kan?
Icha. Hahaha. Paan.
Darma: Itu lu nggak jadi diri sendiri kan. Demi cinta. Related dong, related dong?
Icha: Oooh.... kalau aku jadi suka main game, itu menyakiti diri sendiri gitu?
Darma: Bukan sih. Lebih ke nggak jadi diri sendiri. Atau gini, lu mencari kesamaan sama orang yang lu suka.
Icha: Ini kok jadi aku yang di-related-in? Padahal aku mau kamu tercurhat gitu. Sial.
Darma. Hahahaha. Jam terbang gue masih jauh di bawah. Gue nggak punya mantan sebanyak lu.
Icha: Nggak usah bawa-bawa mantan, ya. Trus, apa pendapat kamu soal David melukai dirinya sendiri? Padahal dia nggak perlu gitu. Dia bisa normal buat ngejagain ceweknya kan?
Darma: Hmm. Penggambaran filmnya kan, pasangan yang tinggal di kota itu, harus punya kesamaan. Mungkin kalau terlepas dari aturan itu, bisa aja David tetap dengan keadaannya yang biasa. Tapi David ngebuat dirinya jadi nggak biasa supaya punya kesamaan sama ceweknya. Mungkin umumnya ya, kalau kita cari pasangan yang punya kesamaan, bakal lebih mudah mendekatkan diri. Bakal lebih mudah membuka obrolan gitu kan.
Icha: Betul.
Darma: Nah itu udah mulai terjadi pas Davidnya sama ceweknya, perempuan rabun jauh.
Icha: Yap.
Darma: Pas si ceweknya buta, hubungan mereka jadi agak renggang gitu kan?
Icha: Iya! Nggak kayak dulu....
Darma: Nggak kayak awal-awal waktu mereka masih sama. Cuma dari obrolan sederhana lho, kayak kamu-ingat-kacamata-pertama-kamu. Obrolan sederhana yang mendekatkan gitu.
Icha: Yaaaa~
Darma: Pas nanya penyakit yang sama-sama mereka punya, mereka nemu persamaan gitu kan. Jadi ngerasa klop. Dan David udah punya perasaan sama ceweknya kan. Akhirnya dia memaksakan juga supaya bisa senasib sama ceweknya. Makanya yaudah dia menyakiti dirinya sendiri demi kedekatannya itu, persamaan itu, bisa terjadi lagi. Nggak kayak obrolan-obrolan pas si cewek udah berbeda. Jadi nggg... basi banget.
Icha: Iya. Pas mereka udah berbeda, jadi memaksakan obrolan, Dar.
Darma: Iya. Pada umumnya kali ya, perbedaan itu nggak seru. Lebih baik cari pasangan yang punya kesamaan. Lebih mudah buat beradaptasi sama pasangannya.
Icha: Jadi, The Lobster ini menurut kamu ngangkat tentang kalau kita berhubungan lebih dari sekedar teman, harus ada persamaan gitu? Tapi disajikannya secara ekstrem?
Darma: Iya gitu.
Icha: Trus kamu setuju nggak kalau mau cari pasangan, harus yang sederajat? Misalnya harus sama-sama kaya? Itu termasuk nggak sih yang disindir di The Lobster?
Darma: Nggak tau sih. Cuman menurut gue kalau di The Lobster, persamaannya lebih ke fisik kali ya. Kalau materi kayaknya nggak. Ya kayak temannya David yang pincang, trus satunya si gagap. Ceweknya si rabun jauh. David rabun jauh.
Icha: Oke. Trus filmnya nyindir kalau kita tuh kalau mau bahagia, harus punya pasangan. Scene waktu David masih di hotel, ada peragaan di panggung. Itu konyol banget tuh. Kalau nggak ada pasangan, jadinya bakal kayak gimana. Kalau ada pasangan, jadinya bakal gimana.
Darma: Ya memang bener. Faktanya kalau berdua memang lebih baik. Waktu di hutan tuh, bener-bener harus mandiri. Di hutan ngegambarin kalau sendiri, memang harus bisa kuat banget. Harus bisa ngurus sendiri.
Icha: IYA! Bahkan kalau misalnya mau mati, ngubur kuburan sendiri! Astaga. Hahaha. Konyol.
Darma: Hahaha. Iya tuh. Gue keselnya sama komandan yang di hutan. Jahat. Tega sama temannya sendiri.
Icha: Itu dia saking pengen ngejaga hutan itu tetap jadi hutan para jombloers gitu kan.
Darma: Serius tujuannya itu?
Icha: Hutan itu diciptakan buat orang-orang yang nggak tahan tinggal di hotel. Entah nggak tahan sama aturannya. Atau orang-orang yang nggak dapat pasangan tapi nggak mau diubah jadi hewan. Kaburnya ke hutan.
Darma: Oooh...
Icha: Nah terus, orang-orang di hutan itu tugasnya nyari para jomblo yang bersembunyi di hutan buat ditangkap. Kalau para jomblo hotel dapat satu jomblo hutan, berarti dia dapat tambahan satu hari ada di hotel. Mereka dikasih jatah empat puluh lima hari gitu ya?
Darma: Iya. Btw nggak ada tuh adegan gituan parahnya! Kata lu ada? Weeek.
Icha: Hahaha. Protes ya? Sori, sori. Aku lupaaaa. Aku kan nontonnya udah lama, pas sebelum bulan puasa!
Darma: Lu ketiduran kali nontonnya. Trus mimpi adegan gituan.
Icha: Anjir. Nggak ada yang bisa dimimpiin dari filmnya tauk. Mukanya mereka nggak ada kebahagiaannya pas lagi begituan. Birahi kita pas lagi nonton adegan begituan tuh tergantung dari pemainnya sih. Kalau pemainnya kayak semangat, kita jadi ikutan... semangat.
Darma: Iya. Nafsunya dapet.
Icha: Nah kalau ini nih, mainnya kaku. Yang nontonnya jadi nggak nafsu. Ngebatin ih apaan sih. Iya nggak sih gitu? Hahaha.
Darma: Hahaha! Iya. Trus itu ada lho, yang di hotel yang si cewek nggak berperasaan itu. Si cewek kesedak. Pura-pura mati. Ek!
Icha: HAHAHAAHAHA.
Darma: Si cewek bilang kita-kayaknya-cocok-deh.
Icha: Hah? Aku nggak ngerti. Cocoknya gimana?
Darma: Iya, si ceweknya kesedak gitu kan, makan buah apa gitu. Trus pura-pura mati. Nggak ditolongin sama David. Si David padahal mau nolongin tapi bingung nolongin gimana. Ceweknya malah nangkepnya mereka sama-sama nggak punya perasaan. Sama-sama saling cuek. David padahal nggak cuek.
Icha: Ohahahaha. ASTAGA! Pantesan si cewek tau-tau bilang cocok. Aku kira si cewek udah nyerah nggak dapat pasangan, makanya dia asal ngomong!
Darma: Hahaha. Itu ada pesannya. Ternyata pura-pura mencintai itu lebih sulit daripada berpura-pura menyembunyikan perasaan~ Baru ada adegan si pincang, anaknya sama pasangan barunya nemuin David.
Icha: Eh iya pas itu, David nendang kaki anaknya si pincang. Anjir.
Darma: Supaya pincang. Hahaha.
Icha: Anjir ngakak nonton itu.
Darma: Hahaha. Yang paling ngeselin si cewek nggak berperasaan itu lho. Ini cewek paan sih.
Icha. Hahaha. Komedi gelap gitu. Aku suka sih, tapi nggak suka-suka banget.
Darma: Gue sih nggak nyampe komedinya di mana. Mungkin masalah selera kali.
Icha: Ooh... Ini, gimana kalau pas mereka lagi dansa di hutan? Sendirian? Menurutku itu lucu banget! Hahaha.
Darma: Hahahaa iya anjir. Ngakak. Sakit dansanya.
Icha: Sumpah itu aneh banget. Mukanya datar, gerakannya kaku, jogetnya sendiri-sendiri. SEGITUNYA PESTA JOMBLO HAHAHA. Pokoknya itu kota yang nggak diimpikan jomblo banget deh.
Darma: Iya sih, di review Movienthusiast bilang gitu. Tapi gue nggak mikir ke sononya deh. Soalnya gini lho, ini related sama....
Icha: Hah? Paan lagi?
Darma: Hahahaha. Anggaplah hutan loners itu dunia blog. Di hutan nggak ada yang tau kalau David sama perempuan rabun jauh itu ada hubungan. Sama kayak siapa gitu~
Icha: HAHAHAHA. Darma. Fak.
Darma: Sama kayak kota itu... jam-jam malemnya siapa gitu. David dan perempuan rabun jauh bisa deketnya pas ke kota ke rumah ibunya ketua Loners doang. Sama kayak siapa gitu yang bisanya intens pas malem hari.
Icha: HAHAHAHAHA AKU NGGAK KEPIKIRAN SAMPE KE SITU!
Darma: Nah kan itu related banget sama siapa gitu~ HAHAHAHA. Itu hubungan backstreet kan? Persis.
Icha: HAHAHA DARMA KAMU HEBAAAAAT FAAK!
Darma: HAHAHAHA. Di publik mereka nggak gembar-gembor hubungan kan karena faktor keadaan. Jadi pasang-pasang kode supaya nggak ketahuan. Nengok sebelah kiri artinya mencintai kamu lebih dari siapapun. Sebelah kanan, waspada ada bahaya. Trus kalau angkat tangan sebelah kiri, dibelakangin, itu artinya~
Icha: I WANNA FUCK YOU.
Darma: Nah itu artinya. Hahaha. Itu backstreet banget kan. Cocok sama siapa gitu yang juga pasang kode. Kalau komen di blog biasa aja. Padahal ada hubungan. Sama kayak siapa gitu.
Icha: Anjir.
Darma: Gue ingat semua adegannya. Intinya backstreet banget. Related banget sama siapa gitu~ Huahaha.
Icha: Aku nggak nyangka kamu malah nge-bully. Bukannya kamu yang kena bully. Temanya jomblo tapi malah ke backstreet. Njir.
Darma: Hahaha. Gue nggak kemakan sama ketakutan jadi jomblonya dari filmnya itu. Lebih ke romansa cinta yang tergolong ekstremnya. Bapernya sama cinta bisa bikin kita menyakiti diri sendirinya. Dan berpura-pura. Standar abis sih.
Icha: Okaaay. Tapi unik. Yang habis nonton kebanyakan kemakan soal jomblonya. Trus David sama si pincang sama-sama berkorban menyakiti diri sendiri, tapi beda. Si pincang berkorban demi keuntungannya sendiri nggak jadi binatang, David berkorban karena cinta. Filmnya tentang kepura-puraan.
Darma: Ya. Intinya gue nggak kemakan jomblonya. Hahaha. Oh iya satu lagi, filmnya ini ngasih tau soal azab. Buat orang yang suka masturbasi sembarangan.
Icha: Hah?
Darma: Kan temennya David yang masturbasi itu, tangannya dipanggang.
Icha: Ah iya! Aku baru inget adegan itu! Hahaha. Eh tapi di hutan bebas masturbasi kan?
Darma: Iya bebas. Hahaha.
Icha: Ada pesan moralnya ya. Azab itu bisa didapatin di dunia nyata, nggak cuma di akhirat kelak.
Darma: Hahaha. Pesan agamis.
Icha: Jadi kamu nggak ngerasa related sama The Lobster, Dar?
Darma: Yang related itu... Anggaplah hutan itu arena bermain game. Atau dunia blog. Dunia si siapa gitu yang bikin dia dan dianya menyembunyikan hubungan.
Icha: Hahaha. Fak. Oke, jadi apakah film ini worth it buat ditonton, Pak?
Darma: Worth it. Karena film ini bikin kita mikir. Dikemas dengan hal-hal yang ekstrem, yang nggak standar. The Lobster bikin otak jalan.
Icha: Dan... kamu nggak nyesel udah nonton ini?
Darma: Nggak nyesel. Cuma harus bersabar di satu jam pertama. Konflik di satu jam pertama belum dapet. Yang seterusnya baru ada konfliknya yang menarik. Btw gue masih penasaran kenapa judulnya The Lobster. Cuma karena David pengen jadi The Lobster? Menurut gue mungkin kalau judulnya gitu, harusnya kisah cinta mereka mirip kayak kisah cinta lobster. Eh kayak gimana deh kalau lobster itu jatuh cinta?
Icha: Entah. Lah ini aku jadi kepikiran sama Raditya Dika. Satu, Radit kan suka bawa-bawa jomblo. Dua, ngasih judul dengan nama jenis binatang dan ngehubungin kisah cintanya dengan pola hidup seekor binatang yang dijadiin judul novelnya. Yorgos Lanthimos itu versi ekstremnya Raditya Dika.
Darma: Hahaha. Bisa bisa. Mungkin Yorgos fansnya Raditya Dika?
Icha: Hahaha. Bisaaaaa.
Darma: Ini gue mau tanya deh. Lu kalau nonton film, suka yang tokoh utamanya gitu ya? YANG KAYAK OM-OM.
Icha: HAHAHA. Nggak gitu. Ya aku liat ceritanya lah!
Darma: Berkumis tebel, kacamataan, gempal. Hahahaha. Theodore Her sama David mirip tuh.
Icha: Anjir. Aku nggak, ah-mau-nonton-film-om-om-ah. ENGGAAAK.
Darma: Bahahaha.
Icha: INI KENAPA JADI AKU YANG DI-BULLY SIALAAAAN.
Darma: Lu niatnya jelek sih. Mau nge-bully gue. Rasakan. HAHAHAHA.
Abaikan ketawa jahat Darma.
Kesimpulannya, The Lobster adalah film romantis terbaik bagi yang suka sebuah kisah cinta disajiin dengan cara absurd dan aneh. Mungkin (dan kayaknya pasti deh) jadi film konyol bagi penyuka genre drama romantis normal.
The Lobster menyajikan kemungkinan terburuk menjadi jomblo. Kemungkinan terburuk menjadi orang yang pura-pura cinta cuma supaya nggak ngejomblo lagi. Kemungkinan terburuk berkorban demi cinta supaya cinta itu terlihat normal di hadapan banyak orang.
Dan semoga postingan ini terlihat normal.