Lebih baik nonton film keluarga disfungsional, daripada nontonin cowok yang ngalamin disfungsi ereksi. Alias susah keras. – Icha, 21 tahun. Kebelet pengen berkeluarga.
Pengen nulis kayak gitu rasanya, di jidat orang-orang yang heran pas aku bilang suka nonton film bertema keluarga disfungsional. Tapi lihat jidatnya juga sih. Kalau jidatnya lebar kayak aku, bisa aja aku tulis. Kalau nggak sih palingan aku kecup aja. Kecup pake hak-nya sepatu higheels. Btw, definisi keluarga disfungsional yaitu keluarga yang punya banyak konflik, perilaku buruk, bahkan ada pelecehan di antara anggota-anggotanya.
Awalnya karena setahun yang lalu aku ngebaca post Distopiana yang INI. Trus jatuh cinta sama salah satu film yang dibahas di post itu, yaitu Dogtooth. Sampe sekarang jadi kecanduan buat nonton film sejenis itu.
Alhamdulillah (kayaknya Astagfirullah bagi yang baca ini huhuhu), aku nonton The Virgin Suicides dan Mustang. Dua film keluarga disfungsional (atau bisa disebut drama coming of age) yang menurutku punya banyak kemiripan satu sama lain. Dan punya kemiripan sama aku, jadinya kegeeran trus munculin naluri baper bloggerku.
The Virgin Suicides bercerita tentang lima perempuan bersaudara yang dikekang kedua orangtuanya. Karena nggak tahan dengan kekangan yang lebay, si bungsu, Cecilia (Hannah R. Hall) mutusin bunuh diri. Bukannya sadar kalau udah memenjarakan anak-anaknya, orangtuanya malah makin beringas aja ngekangnya. Para Lisbon Girls, lima bersaudara itu, harus ngalamin masa remaja yang kelam. Salah satu contoh kekelamannya yaitu Lux yang diperankan Kirsten Dunst, makin dikekang ya makin nakal. Bikin aku setuju banget sama yang ditulis di review Cinetariz,
“Terlalu mengekang sama bahayanya dengan terlalu memberi kebebasan.”
Sedangkan Mustang, nggak beda jauh sama The Virgin Suicides. Mustang punya lima perempuan bersaudara yang juga dikekang. Nggak boleh keluar rumah, harus putus sekolah. Ada salah satu dari lima bersaudara itu juga yang bunuh diri karena saking depresinya. Cuma masalah yang bikin dia depresi itu beda sih daripada yang bikin Cecilia bunuh diri. Dan kalau disuruh milih, aku lebih suka Mustang daripada The Virgin Suicides.
Sumber: Google Image |
Bukan, bukan karena Mustang itu film dari Turki yang bikin aku jadi keingat serial Elif. Apalagi keingat serial Cinta di Musim Cherry. Dan serial-serial Turki lain yang berhasil merenggut remote tivi dariku. Bukan juga karena di The Virgin Suicides, nggak ada adegan Kirsten Dunst diselamatin sama Spiderman pas hujan trus dicipok. Bukan. Mustang adalah pengkritik atau penyindir yang lebih menyenangkan daripada The Virgin Suicides, terhadap isu sensitif. Isu sensitif berupa moral, agama, dan budaya.
Hal ‘menyenangkan’ yang aku dapat waktu nonton Mustang berawal dari Lale (GüneÅŸ Åžensoy) Nur (DoÄŸa DoÄŸuÅŸlu), Ece (Elit Ä°ÅŸcan), Selma (TuÄŸba SunguroÄŸlu),dan Sonay (Ä°layda AkdoÄŸan) main di pantai bareng temen-temen cowok. Hal itu mereka lakuin demi ngehibur si bungsu, Lale yang nangis karena guru kesayangan mereka pindah ke Istanbul. Lima bersaudara itu asik main gendong-gendongan sambil nyiprat-nyipratin air satu sama lain.
Begitu mereka pulang, Neneknya manggilin mereka dengan muka menahan marah. Mereka diadili satu persatu. Karena Sonay yang paling tua di antara mereka berlima, Sonay yang diadili duluan di kamar oleh sang Nenek. Empat saudaranya di luar kamar menanti dengan harap-harap cemas. Entah apa yang Neneknya lakukan. Aku sih ngebayanginnya si Nenek ngelakuin kayak yang dilakuin ke para anggota Yakuza perempuan. Yang kalau kata akun Twitter @indoKEPO, anggota Yakuza perempuan yang ngelanggar peraturan, bakal dapat hukuman pada putingnya. Serem. Tapi kayaknya Sonay bersaudara nggak dapat hukuman sevulgar itu deh. Karena Neneknya cuma ngomong vulgar,
“Cucuku menggesek-gesekkan selangkangan di leher anak laki-laki! Cucuku bermasturbasi di leher anak laki-laki!”
Mereka jelas kaget, kenapa si Nenek bisa mikir sengeres, eh sejauh itu. Padahal mereka tadi seru-seruan doang. Tapi hal itu dianggap cabul oleh para tetangga yang ngeliat kejadian itu, trus ngelaporin ke Neneknya mereka. Neneknya yang emang kolot, juga karena Turki masih berpegang erat pada tradisi dan agama. Agama Islam.
Ini pas otw ke tempat pemeriksaan... nonton sendiri aja lah. Sumber: Rorypnm |
Sejak saat itu, hidup Mustang Girls pun berubah. Mereka benar-benar nggak boleh keluar rumah. Kerjaannya ngelakuin hal-hal yang perempuan banget kayak masak dan ngejahit. Trus harus pake baju tertutup. Paman Erol, paman mereka, pake nambahin dengan nggak boleh pacaran. Beliau nggak suka banget ngeliat Mustang Girls dekat sama laki-laki. Sonay yang udah terlanjur punya pacar, tetap pacaran dan sering mojok sama pacarnya dengan kabur lewat jendela.
Walaupun dikekang, mereka mencoba menghibur diri dengan tetap senang di rumah. Mereka masih bisa ketawa, masih bisa bercanda, masih bisa pura-pura lagi berenang padahal lagi di kasur....
Sampai akhirnya, keputusan Nenek buat menikahkan mereka satu persatu, memisahkan mereka. Ngebuat mereka nggak bisa senang-senang bareng lagi. Sonay yang awalnya mau dijodohkan dengan pria yang bulu-dadanya-nyembul-di-balik-baju, akhirnya nikah sama pacarnya. Pria berbulu dada nyembul itu nikah sama Selma. Ece yang ‘giliran’-nya tiba buat dinikahkan, mutusin buat bunuh diri. Dan saat itu si Lale, tokoh paling kecil tapi paling strong di film ini, ngambil tindakan. Dia jadi pahlawannya. Pahlawan bagi Nur yang juga mau dinikahkan, dan pahlawan bagi dirinya sendiri.
Selesai nonton Mustang, aku tersenyum haru sambil ngusap airmata yang ngalir. Film yang nyentuh abis. Aku suka semangat Lale yang pengen membebaskan saudaranya dari pemikiran kolot Nenek dan Pamannya. Aku suka Mustang ngebawa pemikiran orang jaman dulu (atau masih sampe sekarang) yaitu kalau tandanya masih perawan itu yang ngeluarin darah pas malam pertama.
Aku suka karena film ini nggak bikin aku mikir kalau Lale itu pembangkang. Lale itu cuma pengen ngerasain kebebasan. Aku suka karena Mustang nggak bikin aku mikir kalau si Neneknya itu jahat. Neneknya itu baik, beliau kayak gitu karena faktor moral, budaya, dan agama yang dipegang terlalu erat.
Aku suka karena film ini nggak bikin aku mikir kalau Lale itu pembangkang. Lale itu cuma pengen ngerasain kebebasan. Aku suka karena Mustang nggak bikin aku mikir kalau si Neneknya itu jahat. Neneknya itu baik, beliau kayak gitu karena faktor moral, budaya, dan agama yang dipegang terlalu erat.
Dan yang paling aku suka, yaitu persaudaraan mereka berlima. Bikin baper. Aku nangis pas scene Sonay dan Selma nikah, jadi mereka berlima nggak serumah lagi. Spontan aku langsung keingat sama empat saudara perempuanku. Yang kalau boleh dikasih nama kayak Lisbon Girls dan Mustang Girls, namanya Abdullah Girls. Abdullah itu nama Bapakku, btw. Bahri Abdullah.
Lisbon Girls, Mustang Girls, Abdullah Girls. Huahahaha. |
Karena Mustang, aku makin ngerasa beruntung punya empat saudara perempuan. Menyenangkan, semenyenangkan Lale yang punya empat saudara perempuan. Entah bakal kayak gimana kalau aku nggak punya Kak Iin, Kak Fitri, Kak Dayah, dan Nanda.
Banyak hal nyenengin yang aku alamin karena punya saudara kayak mereka, seperti yang pernah aku tulis di SINI. Cuman sekarang aku ngerasa, mungkin aku nggak bakal ngerasain betapa nyenenginnya punya adek, kalau nggak ada Nanda. Nyenengin karena ngeliat dia yang nangis kejer karena dipehapein. Nyenengin aja, ternyata nggak cuma aku dan Lucky Laki yang bisa menangis karena cinta. HUAHAHA.
Ya, Nanda nangis karena cowok yang udah bikin dia baper, malah mutusin buat jadian sama cewek lain. Dan Nanda mutusin buat membaperkan dirinya sama video terbaru Awkarin. Saat itulah giliran aku yang nangis. Bisa-bisanya dia baper sama video Awkarin. Trus baper sama kalimat di video itu yang,
“Ketika Cancer dan Sagitarius bersatu, di situ ada kita.”
SHIT, MAN.
Pasti udah pada tau videonya. Di mana di video itu, Awkarin ngasih kejutan buat Gaga trus curhat soal dia diputusin sama pacarnya itu.
Kayaknya bisa nih dibikin film. Judulnya Confession of Gagaholic. Plesetan dari Confession of Shopaholic. |
Bukan cuma curhat, tapi Awkarin juga mewanti-wanti kita yang nonton supaya jangan nyakitin Gaga. Ditambah lagi, ada ancaman dari Sarah, temen Awkarin di video itu, buat Gaga. Ancamannya yang paling ngena yaitu,
“Bukan karma, tapi roda itu emang berputar.”
Aku sempat tenangis dikit sih pas nonton videonya itu. Hehe. Tapi nggak sampe baper juga. Jujur, aku juga pernah nangis-nganga-lebar karena diputusin. Bahkan susah move on dua tahun. Aku juga pernah bikin video curhat yang isinya putus sama Indra. Video yang ada aku post di blog, cuma lupa (atau nggak mau nginget) judulnya apa. Aku pernah ngerasain kenistaan bercinta ala ababil.
Aku rasa Awkarin wajar udah kayak gitu. Ini masanya dia nangis lebay karena cinta. Ini masanya dia pikir cuma si Gaga yang bisa bikin dia bahagia. Ini masanya dia nggak sadar kalau kalimatnya dia yang, “I will always put your happines first over mine,” itu lebih baik ditujukan buat saudaranya, buat keluarga, bukan buat Gaga.
Karena keluarga, nggak bakal pernah ninggalin dia. Seperti Lale yang nggak ninggalin Nur. Seperti kakak-kakak dan adekku yang nggak bakal pernah ninggalin aku.
Karena keluarga, nggak bakal pernah ninggalin dia. Seperti Lale yang nggak ninggalin Nur. Seperti kakak-kakak dan adekku yang nggak bakal pernah ninggalin aku.
Dan nanti bakal ada masanya Awkarin lebih sayang sama 'mustang'-nya, daripada sayang sama pelepas kutangnya, yaitu Gaga. Eh tauk deh, Gaga pernah ngelepas kutangnya Awkarin apa enggak.
Sialan. Udah panjang aja ini post. Sampe ngomongin Awkarin segala. Ini post kemana-mana. Udah kayak roda aja. Berputar.