Kata Nanda, Kakaknya Punya Kenangan Manis
- 17.55
- By Icha Hairunnisa
- 15 Comments
"Kenapa aku gak
nangis ya malam kemaren? Nangis sih, tapi cuma menganak di pelupuk mata, gak
netes behimat kayak bulan Januari kemaren."
Tawa kecil terdengar
dari seberang telpon sana, sebagai jawabannya. Tawa kecil yang masih terdengar
di telingaku sampe sekarang, walaupun telponanku sama Zai itu udah terjadi sebulan yang lalu.
Minggu malam, tanggal 26
Juli, Zai yang baru tiba di Sangkulirang nelpon aku. Dengan suaranya yang melemah
karena kecapekan, dia cerita kalau dua jam lagi jemputannya dari mess bakal
datang. Waktu itu, jarum jam menunjukkan pukul sembilan malam. Sebagai pacar
yang sok baik, aku berusaha buat nahan kantuk yang sebenarnya daritadi
mendera, karena efek obat demam yang baru aku minum. Aku pengen nemenin dia
sampe dia dijemput.
"Eh, kalau disuruh
milih liat kamu naked sama tidur, aku lebih milih tidur taulah." katanya dengan suara yang makin melemah,
diakhiri dengan aksi menguap lebar. Aku dengarnya jelas kesal, ini orang
ngantuk atau lagi mabuk sih? Bisanya ngomong ngawur kayak gitu.
Kami telponan sampe jam
sebelas malam. Aku yang dari duduk sampe baring dan dia yang dari berdiri sampe
duduk selonjoran di depan warung orang yang sudah tutup, dengan mata yang
terkantuk-kantuk.
Dua jam telponan sama
dia, sama halnya dengan dua minggu kepulangannya ke Samarinda. Rasanya kayak
kedipan mata yang gak sampe sedetik. Singkat banget. Ketemu cuma beberapa kali,
padahal aku udah berencana bakal tiap hari ketemu dia selama dia di Samarinda.
Kami gak ada jalan, cuma menghabiskan waktu di rumahku dan di rumah sakit
karena maag akut sialan itu. Dia ke Beras Basah Bontang bareng teman-temannya,
padahal aku berencana walaupun dalam hati, dia kesana sama aku. Rencanaku semua
berantakan. Kesal banget. Sia....... siamang!
Tapi anehnya di malam
itu, malam terakhir sebelum dia kembali ke hutan sawit, aku gak begitu ngerasa
sedih banget kayak waktu di bulan Januari. Waktu di bulan Januari, pas pertama
kali kami LDR, aku menghabiskan malamku dengan nangisin dia. Nangis di
depannya, nangis di kamar, nangis depan tembok kamar mandi. Besoknya, nangis di
kantor. Sampe ngerasa punya original soundtrack atas LDR-nya kami, yaitu lagu
Beautiful Goodbye-nya Maroon 5, yang kalau didengerin bikin pengen nyari buraq buat datangin dia.
Tapi kali ini, aku sedih sih, tapi gak berkepanjangan. Aku melepas kepergian keduanya ini dengan senyum. Senyum Pepsodent.
Tapi kali ini, aku sedih sih, tapi gak berkepanjangan. Aku melepas kepergian keduanya ini dengan senyum. Senyum Pepsodent.
Aku kenapa? Apa karena
lagi sakit makanya aku gak sempat buat nyedihin dia? Apa karena aku sudah
terbiasa LDR?
"Karena kau punya kenangan manis sama dia
sebelum dia pergi, Ndes. Kau sekarang sudah percaya dia, jadi kau gak nangis
alay takut kehilangan dia lagi.”
Kata-kata sok tau dari Nanda waktu
aku curhat sama dia, ngingatkan aku sama kejadian waktu di rumah sakit. Waktu
dia ngejagain aku, walaupun cuma semalam. Gapapa sih, daripada cinta satu
malam.
Malam itu, akhirnya aku
ngerasain yang kayak Rina rasain selama dia dirawat di rumah sakit. Rina,
pasien di sebelahku yang umurnya beda setahun sama aku, tapi penyakit kami
sama. Maag akut. Aku yang udah gak muntah-muntah lagi habis makan tapi demam
selalu tinggi, sedangkan Rina setiap makan pasti muntah. Ibaratnya, dia baru
memasuki tahap awal maag akut. Dia selalu ditemani sama Ibunya dan seorang
cowok yang kayaknya setahun-dua tahun lebih tua dari dia, yang aku tau dari
Mamaku ternyata cowok itu adalah tunangannya.
Si cowok itu, entah namanya
siapa, sooooo romantic. Kampret. Si
cowok ngejagain setiap hari, nyuapin, ngebelai-belai kepalanya Rina, ngantarin
pas pipis, ngehapus air matanya Rina, sampe nyium kening tunangannya itu kalau
lagi tidur. Pokoknya so fuckin’ sweet lah.
Aku mikir, boro-boro Zai kayak gitu, jengukin aku aja enggak.
Tapi untungnya sebelum
aku nelan selang infusan karena stress gak dijenguk-jenguk, akhirnya Zai
ngejenguk juga. Malam itu, ya balik lagi ke kata-kata malam itu, Rabu malam.
Dia datang bukan dengan wajah cemas seperti cowok-cowok di film bertema
pacarku-bakal-mati-karena-kanker, tapi dengan senyum mengejek.
“Akhirnya masuk rumah sakit juga.”
“Munyak! Eh, mukaku pucat kah?”
“Gak, sama aja.” katanya, cuek.
Rasanya mau marah, tapi
gak jadi marah karena dia bilang sama Mamaku kalau malam itu dia aja yang jaga.
Entah kemauannya sendiri, karena bbm dari Kak Dayah yang isinya bertanya,
“Kamu yang jagain Icha kah malam ini?”
atau karena muka melasku yang minta dia di rumah sakit aja, yang jelas aku
senang banget waktu itu.
Sekitar jam tujuh malam,
jam besuk sudah habis. Pasien hanya diperbolehkan dijaga sama satu orang. Zai
pun langsung keluar sebelum diusir sama petugas yang biasa bawa-bawa lonceng
pertanda jam besuk sudah berakhir dan akan dibuka lagi jam setengah sembilan.
Pengen rasanya biar aja Mama yang keluar sekalian pulang, biar aja Zai gak usah
kemana-mana. Tapi karena takut dikutuk gak sembuh-sembuh sama orangtua sendiri,
aku pun ngebiarin Zai bangkit dari duduknya.
“Kamu nanti balik lagi ya, jam setengah sembilan.
Awas kalau enggak balik lagi!”
Zai hanya mengacungkan
jari tengahnya. Spontan tindakannya itu mengundang kakiku buat nendang dia,
tapi gak nyampe sasaran. Lalu dia pergi.
Rentang waktu antara jam
tujuh ke jam setengah sembilan, rasanya sangat panjang. Aku menebak-nebak dia
lagi ngapain dan dimana selama itu. Mungkin dia lagi di kosannya Albert.
Mungkin dia lagi ngumpul-ngumpul sama teman-temannya yang sebagian aku gak
kenal itu. Mungkin dia bakal lupa waktu dan……
Jam delapan, perawat
datang membuyarkan lamunanku dan mendaratkan suntik antibiotik di lengan
kiriku. Sialan, rasanya kayak luka dikasih garam. Aku sampe nangis karena gak
tahan sama sakitnya. Setelah disuntik, kerasa nyeri. Dan telingaku ikut ngerasa
nyeri juga, karena ngedengar Rina yang nangis tanjal minta gak usah disuntik.
“Dia takut habis dengar Mbaknya nangis. Kalau
Mbaknya gak nangis dia gak nangis juga.” kata Ibunya Rina ke perawat yang lagi megang suntikan, dengan raut muka menahan ketawa. Aku dan Mamaku saling berpandangan, habis itu senyum-senyum. Ternyata ada yang lebih cemen daripada aku. Alhamdulillah ya, gak boleh sombongggggg. *logat bicara ala Syahrini*
Beberapa kali bujukan
akhirnya bisa meluluhkan hati Rina buat mau disuntik. Dan sesuai dugaan, dia
nangis waktu jarum suntik itu masuk ke dalam kulitnya. Rasanya wajar sih
nangis, perawatnya juga sebelumnya bilang rasanya agak sakit. Mending waktu
disuntik obat pas di RSUD Abdul Wahab Sjahranie kemaren deh.
Jam setengah sembilan
lewat, Zai datang dan langsung duduk di sampingku. Ternyata dia gak
kemana-mana, tapi dia nunggu di lantai bawah (ruanganku di lantai 3). Gak lama, Mamaku pulang waktu aku
lagi tidur.
Pas aku bangun, aku
ngeliatin dia dengan tatapan kesal. Dia yang lagi asik gerayangin hapenya.
Ini orang benar-benar
gak care. Ceweknya sakit tuh coba dielus-elus kepalanya kek,
dipijitin kek kakinya, ditanyain mau makan mau minum kek apa. Minimal, diajakin
ngobrol. Ini malah pacaran sama hape!
Jarum jam menunjukkan
pukul setengah dua belas lewat. Aku nyuruh Zai buat tidur. Dia ngegelengin
kepala. Aku pun cuek dan mejamin mataku, berusaha buat tidur lagi.
Beberapa menit kemudian,
satu belaian mampir ke kepalaku. Lagi. Lagi. Lagi. Lagi. Lagi.
Itu anak kayaknya pas aku tidur aja baru mau sweet sama aku.
Itu anak kayaknya pas aku tidur aja baru mau sweet sama aku.
Tangan itu pun berhenti,
berganti dengan kepala yang tiba-tiba menimpa lengan kiriku. Ada suara kursi
berderit. Aku ngebuka mata dan ngeliat dia tertidur di sampingku. Gak lama, dia
ikut ngebuka matanya. Dia ngeluhin kakinya yang kesemutan karena tidur dalam
posisi duduk. Aku nyuruh dia buat tidur di bawah, tapi dia gak mau.
"Masih mau sama
kamu." katanya
datar.
OH GOD, ambil bibirku sekarang! Biar aku gak
senyum-senyum kijil terus!!!!!!
Sekitar jam dua, perutku kerasa sakit. Rasa
kayak ditonjok itu kumat lagi di saat aku dan orang yang lagi jagain aku pengen
tidur. Aku merintih di balik selimut yang nutupin mukaku. Dia langsung
terbangun dari tidur dengan posisi duduknya dan kelabakan.
“Biasanya Mamamu ngapain
kalau kamu begini?”
“Gatau, sakit pokoknya.
Huaaaaaaaa!!!”
“Kamu mau makan? Makan
kue, ya?”
Tangannya yang dari kepalaku berpindah ke pintu
lemari di samping ranjangku. Dia ngambil satu kotak brownies yang dia bawa
tadi. Membuka isinya dan menyuapkannya ke aku dengan sendok. Minumnya, karena
waktu itu aku gak bisa bangun dan gak ada sedotan, jadi minumnya pake tutup
botol. Rasanya kayak orang cacat. Orang cacat yang dicintai apa adanya sama
pasangannya. Eaaak.
Setelah makan dan minum, sakit di perutnya
berkurang. Aku ngeliat mata sipitnya yang semakin menyipit karena mengantuk. Kami tatap-tatapan cukup lama. Entah apa yang dia pikirin pas tatap-tatapan hening tanpa maksud itu, yang jelas di pikiranku ada rasa bersalah karena dia ngejagain aku jadi susah tidur kayak gitu.
Jam 3, dia akhirnya mutusin buat tidur di bawah,
seperti yang aku suruh-suruh daritadi. Dia biarkan tangannya menggantung ke atas,
menggengam tangan kananku, lalu beberapa menit kemudian, tangan itu jatoh,
pertanda pemiliknya sudah terlelap. Aku pun tertidur lelap habis itu, dengan
senyum kijil yang kembali mengembang. Aku gak nyesal diopname.
HUAHAHAHAHA. Oke, kalimat sebelum tawa membahana itu rada alay.
HUAHAHAHAHA. Oke, kalimat sebelum tawa membahana itu rada alay.
Walaupun beda jauh sama apa yang dilakuin
tunangannya Rina, tapi aku ngerasa Zai sudah perhatian di malam itu. Perhatian
dengan caranya sendiri. Cara yang menurut orang lain, orang yang lagi baca
postingan ini, itu sangat biasa gak ada istimewanya, bahkan aneh.
Tapi entahlah, cara dia ngejagain aku malam itu yang bikin aku senyum di malam kami terakhir ketemu. Bikin aku gak nangis tanjal lagi. Bikin aku ngerasa, aku sakit kemaren itu ada hikmahnya. Aku bisa ngeliat dia ada di sisiku, sayang sama aku bukan di saat senang-senang aja, tapi juga di saat aku sedih, aku sakit. Aku bisa tau, walaupun dia cuek, dia sayang sama aku.
Tapi entahlah, cara dia ngejagain aku malam itu yang bikin aku senyum di malam kami terakhir ketemu. Bikin aku gak nangis tanjal lagi. Bikin aku ngerasa, aku sakit kemaren itu ada hikmahnya. Aku bisa ngeliat dia ada di sisiku, sayang sama aku bukan di saat senang-senang aja, tapi juga di saat aku sedih, aku sakit. Aku bisa tau, walaupun dia cuek, dia sayang sama aku.
Setiap aku ingat kejadian itu, entahlah, aku gak takut
sama LDR lagi. Lagian, kenapa takut sama LDR? LDR gak kayak hantu tanpa kepala di film Sleepy Hollow kok. LDR cuma sebuah nama hubungan. Hoek. songong banget.
Ah Nanda, sialan, kamu benar.
15 komentar
yang cuek giles aja cha..hegheg
BalasHapuscie tampilan baru, serba putih ni...yang jelas blognya keliatan lapang
Iya Mbak. Mau aku giles pake sepeda roda tiga :D
HapusHahahahaha. Templatenya wujud dari pusing dan pengen langsung jadi, Mbak. Maklum, gak ngerti soal template :(
AAAAAAA ICHA APA-APAAN INI. BIKIN IRI
BalasHapusHUHUUU
Sweet banget tau. Sambil tidur pegangan tangan, terus tangannya lepas karena udah ketiduran. Haduh, jadi kangen abang Zayn :(
Gimana sih rasanya di suntik Cha? Sakit ya? Kok Rina sampe segitunya.
Seingat aku, aku terakhir kali disuntik pas SD. Imunisasi dr sekolah gitu.
Aku juga cha. Dulu pas awal LDR, rasanya pengen nangis pas liat dia pamitan. Kalo sekarang, gimana ya. Udah kebal aja rasanya. Udah tau gimana pahit manisnya LDR. Enggak ada yang diragukan lagi. :)
Longlast Icha :))
Tapi masih sweet tunangannya Rina, Lan. Ibaratnya si tunangannya Rina itu gula merah, kalau Zai itu gula pasir. HUHUHUHUHUHU.
HapusDatangin Zayn-nya, terus langsung lamar. Denger-denger dia udah putus sama Perrie Edwards. Huahahaha selamat ya, Lan :D
Pas mau dipasang infus sih gak sakit. Tapi pas disuntik antibiotik lumayan kampret sih. Untung sakitnya bentar aja, tapi jadi susah tidur. Jangan sakit ya, Lan. Suntiknya nanti pas mau nikah aja, suntik kesehatan kah apa gitu namanya.
Mau gak mau harus berhati baja, biar stok air mata gak habis ya :(
Makasih. Kamu juga yaaaaaaa! :*
hmm, baca ini jadi senyum senyum sendiri :)
BalasHapusJangan kelamaan ya nanti dikira..... Eh gapapa deh :D
HapusWaduh, template yang sekarang ini fokus ke tulisan banget ya, Cha. Bener-bener lebar tanpa side bar. :D
BalasHapusOrang jatuh cinta itu emang bakalan norak, kok. :))
Wuahaha, seenggaknya Zai jadi dirinya sendiri. Hidup kan realistis, Cha. Nggak kayak di FTV yang cowoknya so sweet banget. Di kehidupan ini mah jarang. Atau kagak ada. Mana ada cowok ganteng orang kaya terus jatuh cinta sama baby sitter kampungan, atau supir angkot. Lagian supir angkot bisa cakep gitu. Kan kampret. XD
Eh, sorry-sorry. Kok gue malah keluar topik dan bahas FTV. :(
Ciyeee punya kenangan manis. Ciptakan lagi kenangan-kenangan manisnya, dan jangan lupa tulis di blog ini. Hohoho.
HUAHAHAHAAHAHA. Ngebosenin, ya? Habis aku bingung, Yog. Keburu mabuk HTML. Di sela-sela lagi ngerjain laporan juga. *alasan*
HapusSumpaaaaaaaaaaaaaaaaaaah, aku paling males sebenarnya ngatur-ngatur template, karena gak ngerti sih. Pengennya yang langsung jadi. Lah, ini kok malah curhat.......
Iya sih, aku suka dia jadi dirinya sendiri daripada ikut-ikutan orang. Dan kayaknya sih kamu juga bakal kayak gitu gak sih kalau pacarmu sakit? Soalnya kamu kayak ngebelain Zai gitu, Yog. Haha.
Ketahuan banget tiap hari makanannya FTV. Makannya jom........... eh.
Oke. Mudahan gak ada yang diabetes kalau aku posting kenangan manis lagi ya, Yog.
membaca artikelnya sangat menarik mbak karena alur ceritanya yang pas banget.. perlu belajar nulis disini nich...
BalasHapusPerasaan alurnya kesana kemari gak beraturan. Tapi makasih pujiannya ya, Mbak! :)
HapusPada awal ngejalanin LDR-an pasti semua ngerasa berat, tapi kalo udah terbiasa, ya nggak terlalu berat lagi toh. Tapi di situlah seninya LDR, saling ngangenin.
BalasHapusTanjal sama Kijil apaan ya, kok baru denger Cha...
Seninya susah ya, Mas Hen. Butuh keahlian khusus kayaknya :(
HapusHehehe. Tanjal itu bahasa Banjar, Mas Hen. Artinya nangis meraung-meraung gitu, dramatis gitu deh nangisnya. Kalau kijil itu artinya centil.
kalau aku pilih naked... Astaghfirullah ya Allah maaf kecelplosan..
BalasHapustotwiit banget ya, sok cuek perhatian gitu..
tampilan baru, gak ada side bar. udah gitu putih, enak dibaca. (y)
Oh, kamu pilih NEKAD. Wah, hebat. berarti kamu orangnya pemberani ya, Tom.
HapusTotwiit -___- jadi ingat Adam adeknya Wulan yang suka ngomong totwiit sambil nyolek bokong kakaknya. Eh, itu towet ya.
Alhamdulillah kalau enak. Mudahan yang empunya blog juga enak. Enak dipandang. Eh.
Umpat betajak komen haja gin~
BalasHapus