"Sebenarnya apa sih yang kamu cari dari pacaran tu Cha? Pelukan, ciu---"
"Ya enggaklah! Aku cari..... cari.... gatau cari apa."
"Cari yang perhatian sama kamu? Cari yang punya banyak waktu? Cari yang gak cemburuan?"
"Nah tu tau."
"Cha Cha, kamu tu lucu loh. Waktu sama aku kamu gak nangis kayak gini. Lucu Cha, yang kayak gitu kamu tangisin, giliran yang perhatian sama kamu gak kamu heranin."
Waktu itu aku cuma tertegun, nelan ludah. Ya, waktu itu. Waktu aku dan Indra telponan, kira-kira seminggu yang lalu lupa juga aku. Yang aku ingat adalah aku ngobrol sama dia semalaman, isinya tentang isak tangisku sekaligus pemojokkan atas diriku dari Indra.
Di telpon, Indra dengan bijak nenangin aku yang nangis gara-gara ah ini kekanakkan banget, anuuuu gara-gara pas aku lagi kangen-kangennya sama Zai eeh Zai nya lagi sibuk. Dengan lempeng Indra mojokkin aku, ngungkit-ngungkit waktu kami masih pacaran dulu. Dengan kesal aku hampir nutup itu telpon, tapi kuurungkan karena belum puas nyurahin apa yang mau aku curahin. Si melankolis ini butuh teman bicara.
Kelar telponan, Indra sms aku. Dia nyuruh aku berdoa buat hubunganku. Aku senyum-senyum kecil pas baca sms Indra itu, apa yang mau kudoakan dari hubunganku?
Iya bener, apa yang mau kudoakan? Buat apa tadi aku nangis? Gak ada masalah kan antara aku dan Zai? Begonya, ngapain aku pake curhat-curhat, sama Indra pula?
Dan malam ini aku kembali nangisin Zai yang gak kenapa-napa. Dia yang gak selingkuh, yang gak posesif, yang gak ngomong kasar, yang bikin aku ketawa terus.
Aku nangis karena kangen.
Dia pasti ketawa kalo tau ini. Gak cuma dia, mungkin yang baca postingan ini juga ketawa. Tapi gak bisa dipungkirin, aku memang kangen. Bukan karena gak bisa ketemu, tapi karena aku takut dia gak ngerasain hal yang sama.
Aku keingat lagi ucapan Indra,
"Kalau kamu nangis gini, buat apa kamu pacaran? Kamu pasti cari kebahagiaan kan?"
Waktu itu aku jawab iya. Setekah itu dia cerita tentang betapa berkorbannya dia, betapa sabarnya dia, betapa perhatiannya dia, betapa cemburunya dia. Aku cuma bisa mendehem mengiyakan. Dia memang perhatian, dia romantis, dia melankolis sama kayak aku. Tapi di dua kali putus nyambung kami, aku gak pernah bahagia.
Dan ketika aku sama Zai, aku bahagia. Aku nangis ini pun bukan karena aku gak bahagia. Aku nangis sekaligus senyum-senyum cuma karena dia.
Coba aja waktu itu aku jawab gini,
"Aku cari.. aku gak cari apa-apa sebenarnya. Aku nemukan. Aku nemukan yang aneh, yang cuek tapi bikin aku senyum-senyum. Yang gak romantis tapi sekali ngomong sayang bikin aku ngawang-ngawang. Yang aku gak habis pikir kenapa kami berdua bisa nyatu, In. Yang bikin aku nangis karena bukan apa-apa selain kangen."
Selamat malam pembaca. Selamat menamatkan postinganku kali ini. Semoga dia kangen juga, minimal ngerasain asinnya kangen yang daritadi jatoh ngebasahin pipi.
0 komentar