Naif.
Mungkin kata itu yang bisa ngewakilin sifat-sifat burukku.
Sifat yang kekanakk-kanakkan, hanya bisa ngeliat dari satu sisi tanpa mikirin sisi lainnya. Sifat yang aku sadar ada ruginya ketika ada oknum yang dirugikan dari sifatku itu. Oknum yang sebenarnya gak bersalah, tapi secara gak langsung aku salahkan, dalam postingan blogku. Postingan blog yang dulu, hmm masih ingat postinganku yang judulnya Memang Buta dan Peka? Atau udah pernah baca? Oh, aku harap jawabannya tidak atau belum. Karena dengan itu dosaku bakal gak nambah lagi. Kalaupun mau baca, kalian gak bakal menemukannya. Postingan itu sudah aku hapus.
Oke, kalau yang masih ingat atau udah pernah baca, aku langsung ke intinya aja ya, hmm gini, Mawar Melati, tokoh yang aku pinjam buat postinganku itu marah sama aku. Di siang yang cerah di saat anak kelas satu dan dua udah pulang sementara yang kelas tiganya menunggu guru bimbel memasuki kelas, aku dipanggil Mawar Melati buat ikut mereka di parkiran. Aku nurut aja, udah ada firasat mereka mau ngomong serius kalau diliat dari air muka mereka. Dan emang bener, mereka ngomong serius.
Di sepanjangan pembicaraan kami bertiga intinya gak terima isi postingan blogku itu. Sebenarnya aku gak kaget lagi, aku yakin mereka bakal marah. Kalau aku jadi mereka aku bakal marah juga. Tapi yang bikin aku kaget, kenapa mereka baru marah sekarang? Kenapa gak pas hari itu, ada lok waktu itu aku posting mereka baca postingan blogku yang Mawar negur tentang burung muter-muter di blogku ini, nah aku kira mereka itu baca postingan Memang Buta Dan Peka, eh ternyata mereka cuma baca post-post yang tahun 2011. Pantas aja mereka biasa aja, malah bersikap baik sama aku. Aku pikir mereka udah baca trus mereka adem ayem aja, eeeh sekalinya. Pas mereka bilang barusan baca, aku langsung teingat pas pelajaran Bu Nalty kah Bu siapa gitu, aku ada dengar lagu I'd Lie dari laptop mereka, langsung tepikir aja gitu mereka buka blogku. Tau kan kalau blogku ini dibuka, bakal ada lagunya.
Aku mencoba tenang ngomong sama mereka, walaupun mereka rada ngomong berapi-api. Mereka ngomong, bahasa kasarnya ngelabrak, bergantian, aku dengerin. Ini salahku, ini salahku... Begitu terus terngiang-ngiang di kepala.
Aku ngucap aku senang mereka ngomong langsung sama aku kayak gini. Karena dengan ini aku jadi sadar aku salah banget kebangetan. Aku nyoba buat minta maaf sama mereka, tapi kayaknya cuma satunya aja yang sementara ini mau maafin. Satunya lagi kayak nyimpan dendam sama aku, dilihat dari sikapnya yang ditunjukkin kayak orang-orang gak suka gitu, tau sendiri kan. Aku jadi mati gaya di kelas. Udah nyoba sih buat bersikap biasa ah tapi, rasanya jadi ganjil. Sumpah... ngerasa beban banget. Tapi ini salahku, bukan salahnya dia bersikap kayak gitu. Mau nerima beban ini tapi rasanya berat banget.
Nyesal nyesek. Aku gak habis pikir kenapa aku sampe ngomongin mereka di blogku ini, walaupun gak full tentang mereka isi postingan itu, ada tentang film Thailand juga. Aku gak mikir resiko yang bakal kutanggung. Aku gak mikir perasaan orang lain. Untuk apa aku ngurus kehidupan orang lain kalau kehidupanku sendiri aja masih gak bener. Walaupun isinya bukan nyumpahin mereka tapi aku lebih jahat dari itu. Aku jahat. Aku harus dapat hukuman. Dan aku sudah dapat hukumannya.
Entah sampe kapan salah satu dari mereka itu mau maafin kesalahan fatalku. Aku rasa minta maafku kemaren itu kurang, pake banget. Kata Indra aku terlalu jujur kalau nulis blog. Pujian sekaligus cacian. Pemikiran Indra yang kuanggap main-mainan akhirnya jadi kenyataan.
Lantas aku ngebaca novel Kambing Jantan-nya Raditya Dika, penulis favoritku. Novel yang isinya berupa tulisan-tulisan di blog Bang Dika itu nyeritain tentang kehidupan konyolnya kuliah di Adelaide, kisah cintanya sama Kebo, tentang keluargannya, tentang teman-temannya. Nah, tentang teman-temannya ini gak jarang dia mostingnya. Dia suka ngolok-ngolokin teman-temannya gitu, suka nyeritain kejadian gila yang dia lakuin sama teman-temannya. Walaupun bahasanya rada kasar, ya maklum lah cowok, tapi dia masih punya etika dalam ngeblog. Dia cuma ceritain hal-hal yang menurutnya lucu. Kalaupun itu aib, dia sajiin dengan cara cerdasnya, gak kamseupay kayak aku huhu. Aku jadi malu, blogger macam apa aku?
Kalau bukan karena Mawar Melati, mungkin aku bakal mandang kalau diary dan blog itu sama posisinya. Sama fungsinya. Ya, kalau fungsi sih memang rada sama. Sama-sama buat tempat curhat, tempat nyampah, tempat berbagi perasaan. Nah kalau posisi, nggg blog itu bisa dibaca sama semua orang, terbuka gitu, dan tujuannya memang untuk dibaca khalayak umum. Sedangkan diary, apalagi yang begembok, diposisikan sebagai benda paling rahasia, isinya orang gak boleh ada yang tau, hanya untuk konsumsi sendiri. Menjelek-jelekkan diri sendiri di blog aja kadang kita masih enggan, ngerasa malu sendiri, apalagi ngejelekkin orang lain. Di blog harus jaga omongan juga sih, karena ini konsumsi publik. Jaim juga kayaknya juga perlu, gak selebor. Aaaaa aku semakin ngerasa bersalah. Aku kapok dah gak bakal nulis tentang kehidupan orang lain lagi. Kembali ke awal, ini blog isinya tentang hidupku bersama orang-orang terdekatku. Ini jadi pelajaran yang benar benaaaaarrrrrr berharga.
Saatnya sadar, bahwa diary dan blog itu beda. Blog dan sahabat itu, beda lagi.
Maaf, dan makasih.
0 komentar