Anak SMK identik dengan PSG, atau yang lumrah disebut dengan PKL. Seperti layaknya anak kuliah yang pasti melaksanakan PKL, anak esemka juga gitu. PKL itu singkatan dari Praktek Kerja Langsung, yang artinya kita belajar sambil bekerja. Sekolah di SMK berbeda dengan bersekolah di SMA. KIta diberi ilmu pembekalan untuk terjun ke lapangan kerja langsung.Anak SMK kebanyakan langsung bekerja setelah lulus. Nah, PSG untuk anak SMK hukumnya wajib. Bekerja selama tiga bulan hingga lima bulan di tempat yang sesuai dengan jurusan yang ditekuni. Sudah pasti cuti sekolah selama masa PSG itu. Biasanya dilaksanakan pas kelas XI semester dua bulan januari. Tiap sekolah beda-beda sih kapan PSG-nya, ada yang sama kayak di SMK ku, ada yang bulan agustus kemaren, ada yang pas kenaikan kelas XII. Banyak cerita yang beredar kalau PSG itu digaji, tapi tergantung perusahaan/kantor/instansinya sih.
Aku sadar bahwa aku sudah kelas XI, dan aku sadar bulan Januari semakin dekat merayap. Teman-teman sudah pada sibuk cari sana-sini tempat PSG yang sesuai, meski sebagian besar masih acuh tak acuh. Merencanakan mau dimana, lalu menanyakannya, kemudian menyerahkan lampiran surat-surat, dan menunggu kepastian apakah diterima atau nggak. MIrip-mirip melamar kerja gitu. Dari hal itu aku mulai mencium aroma kesibukan, dan... keegoisan.
Keegoisan???
Ya, egois. PSG membuat hati nurani tidak berpikir hal-hal yang menyangkut kebersamaan. Mementingkan diri sendiri. Gak, aku gak bermaksud menghakimi PSG. Aku cuma mencoba menjabarkan sisi lain dari pengaruh PSG. Tadi Dea bilang kalau dia mau PSG sama Reni. Aku sempat ngerasa gimana gitu. Satu kantor/instansi biasanya nerima anak PSG maksimal dua orang. Dan itu artinya, aku ga bisa satu kantor sama Dea dan Reni. Menyayat sih, serasa ditinggal gitu aja sama mereka.
Sempat dongkol ngedengar berita itu. Tapi aku lihat-lihat lagi, Chintya sama Kartini mau di kantor gubernur, Dina di kantor kakaknya. Dina dan Chintya terpisah, sama seperti aku dan Dea serta Reni. Ku cermati. Huufffhh, pikiranku sempit. Masa untuk soal beda tempat aja harus dijadiin masalah? Masa aku harus ngegalauin perpisahan sementaraku sama Dea dan Reni? Masa aku ga mau untuk coba fokus sendiri? Aku bodoh kalau aku menganggap mereka egois, itu pikiran sempit banget.
Oke, mungkin ini saatnya aku sendiri. Ada sih Jannah ngajak PSG bareng, tapi aku rada enggan eh. Aku udah tau seluk beluk wataknya. Dia itu pemalas, ga terorganisir (ini yang paling ga aku suka), jarang serius, suka bergantung sama kemampuan orang. Behh aku ga bisa ngebayangin kalau aku satu tempat PSG sama dia. Dia baik sih, tapi ya itu... Nanti dia tanya ini itu. Masih mending dia nanya terus dia mau ngerjakan sendiri. Kalau dia minta dikerjakan sama aku, gimana?? Wah betapa tersiksanya aku. Aku kan PSG buat mengejar nilai, buat cari-cari pengalaman. Bukan buat ngemong anak orang. Sudah terbukti kok kalau dia sifatnya begitu. Bisa dilihat dari dia yang hobi nyontek (sebenarnya aku juga sih, tapi ga separah dia lah masih di ambang batas kewajaran kok haha), malas nyatat, malas berpikir, hobi smsan. Embel-embel malas. Ntar jadinya malah menghambat kinerjaku kan. Eeeh kok jadi ngomongin orang sih. Inalillahi yah.
Jadi intinya, aku mau coba sendiri dulu PSG nya. Persiapkan mulai dari sekarang. Tadi aku udah minta bantuan Kak Dayah sama Ka Kris, dan alhamdulillah yah sesuatu banget mereka mau bantu. Sudah nanya-nanya juga. Katanya kerjanya di bagian admin gitu. Aku sudah mencalonkan kantor redaksi koran Tribun Kaltim dan DPU Cipta Karya sebagai cika bakal tempat PSG ku kelak. Aku sih ngarepnya bisa PSG di kantor redaksi Tribun, soalnya kerja di kantor redaksi itu adalah impianku. Apalagi kalau udah lulus, langsung kerja disitu. Jadi editor bahkan jadi wartawan.. Wah sesuatu banget :*
Mungkin ini bukan saatnya untuk memikirkan hura-hura bersama teman-teman. Fokus pada masa depan, fokus pada pilihan. Dea dan Reni sudah menentukan pilihannya, begitu juga dengan Chintya, Kartini juga Dina. Kami punya jalan masing-masing. Tiga bulan tanpa kebersamaan yang selama ini rutin kami lewati. Harapanku, semoga aku bisa diterima di kantor redaksi itu. Aku sendiri, aku mandiri. Aku pengan kayak kelas VII waktu SMP duu. Kulalui semuanya sendirian, dan hasilnya malah lebih memuaskan ketimbang kerjanya keroyokan. Mending sendirian kan daripada PSG bareng simbiosis parasitisme?
Saatnya untuk egois. Egois untuk sesuatu yang benar itu ga salah kan?
0 komentar